Kamis, 18 Agustus 2016

Menolak "KEMAUAN" Suami Karena LELAH, Bolehkah?

Hambasurga - Berikut ini pertanyaan dan jawaban perihal menolak melayani "keinginan" suami...



Assalamu’alaikum
Ummi yang saya hormati, saya seorang suami, ada hal yang ingin saya tanyakan mengenai hubungan suami istri. Bolehkah dalam Islam seorang istri menolak ajakan suami untuk berhubungan hanya karena istri sedang letih dan capai? Dalam hal apa saja istri bisa menolaknya, selain sedang datang bulan?




Wassalamu’alaikum
Bapak T, Jakarta
Jawaban Ustz. Herlini (Kontributor Majalah Ummi):

Pada prinsipnya, istri tidak boleh menolak permintaan suami untuk melakukan hubungan suami istri sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam Shahih Bukhari, ”Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidur dan ia menolak, sehingga suaminya tidur dalam keadaan kemarahan maka malaikat akan terus melaknatnya hingga pagi.”

Tentu saja seorang suami harus memelihara dan menjaga istrinya dari pekerjaan yang membuatnya lelah dan capai, sehingga ia senantiasa siap untuk melayani suaminya kapan saja. Bahkan untuk berpuasa sunnah saja, seorang istri diharuskan untuk meminta izin suaminya, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Janganlah seorang wanita berpuasa, ketika sang suami berada di sisinya, melainkan dengan izinnya. Kecuali pada bulan Ramadhan.”(Muttafaqun ’Alaihi)

Sebagian fuqoha


– termasuk mazhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Az-Zahiri – berpendapat  bahwa pekerjaan rumah bagi seorang istri bukanlah bagian dari kewajibannya, melainkan termasuk dalam ruang lingkup kewajiban yang harus disediakan suami dalam kehidupan rumah tangga. Apabila istri melakukan pekerjaan rumah tersebut, maka itu menjadi amal shalih dan akhlak yang mulia baginya.

Dalam kasus yang Anda tanyakan, dibutuhkan komunikasi yang baik antara suami istri sehingga suami tidak menuntut haknya sementara ada kewajibannya yang belum ia tunaikan terhadap istrinya. Kenapa istri sampai begitu letih dan capai? Apakah karena ia menangani semua pekerjaan rumah tangganya tanpa fasilitas yang diberikan suami seperti khadimat dan sebagainya? Semua yang ia kerjakan adalah kebaikan dan amal shalih, bukan hal yang menjadi kewajibannya. Kewajibannya adalah melayani suami dengan optimal di samping merawat dan menjaga anak-anaknya. Jika ternyata suami sudah menyediakan fasilitas yang memudahkan, namun sang istri masih menolak juga ajakan suaminya, tentu saja sang istri bersalah.

Oleh karenanya diperlukan komunikasi yang hangat dalam hal ini. Hendaknya istri dapat melayani suaminya kapanpun suaminya kehendaki. Sebab bisa saja ketika suami berada di luar rumah, ia tergoda dengan wanita lain dan untuk menjaga dirinya dari nafsu syahwat agar tidak terjatuh dalam perbuatan dosa (zina) ia dapat segera salurkan kepada istri tercintanya di rumah.

Istri boleh menolak berhubungan dengan suami ketika ia haid, nifas dan saat sakit. Selain itu tidak ada alasan bagi istri untuk menolak suaminya. Ketika kondisi lelah, maka bermusyawarahlah bagaimana mengatasinya berdua, apakah istri diberi kesempatan untuk istirahat terlebih dahulu, atau suami bersedia memijat istri setelah itu baru melayani suami. Segala persoalan rumah tangga hendaknya dapat diselesaikan dengan bermusyawarah, khususnya untuk aktivitas hubungan suami istri. Hingga suami dan istri sama-sama dapat menikmatinya sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang.

Sumber: Ummi-online.com

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Menolak "KEMAUAN" Suami Karena LELAH, Bolehkah?